Minggu, 26 Januari 2014

Bungo, Wedung, Demak



Oleh: Rifa’i Kurdi
Ketua BMT Bungo Mandiri














Matahari telah terbit di ufuk timur, orang-orang keluar dari masjid setelah menunaikan salat Subuh. Para petani dengan membawa sabit dan cangkul pergi ke ladang padi, para nelayan dengan membawa perbekalan pergi ke melaut, dan  para pedagang membuka tokonya masing-masing untuk mencari karunia Tuhannya.
Itulah kehidupan sehari-hari di Desa Bungo, suatu desa di mana penulis dilahirkan dan dibesarkan.

Sejarah Desa Bungo
Desa Bungo adalah suatu desa di Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak.
Menurut buku sejarah yang diterbitkan pemerintah Desa Bungo pada tahun 2012, bahwa kata “Bungo” berasal dari kata majmuk “mambu lengo”, artinya berbau minyak (yang harum), versi lainnya mengatakan “bungaho”, artinya: bergembiralah.
Pola ini seperti kebanyakan pola orang Jawa yang suka menyesuaikan unsur fonetik dalam legenda penyusunan sejarah.
Sampai saat ini, belum ada penelitian sejarah tentang sejarah Desa Bungo, namun penduduk tetap percaya kebenaran cerita itu.
Menurut catatan De Graaf dalam bukunya: “De Eerste Moslimse Voorstendommen op Java”, bahwa sampai abad ke-16, Gunung Muria belum bersatu dengan Pulau Jawa, keduanya terpisah oleh selat Muria (nama lainnya: selat Juwana atau selat Silugangga).
 
Pada masa Kesultanan Demak, letak Kota Demak berada di tepi laut dari selat itu. Kapal-kapal yang berlayar dari Semarang menuju Rembang tentu melewati kota ini.
Akibat proses sedimentasi (pengendapan lumpur), maka lumpur-lumpur dari Gunung Muria di utaranya dan dari Kali Tuntang - Rawa Pening di selatannya dan Pegunungan Kapur di timurnya, maka selat itu menjadi rawa-rawa yang dangkal dan kemudian menjadi daratan seperti sekarang ini.

Desa Bungo, seperti desa-desa lain di wilayah Kabupaten Demak adalah terbentuk dari proses sedimentasi seperti ini. Bukti nyata dari sedimentasi itu adalah ketika penduduk menggali sumur-sumur maka mereka mendapati ada kulit-kulit kerang di kedalaman 3 s.d. 5 meter.
Sampai sekarang masih terdapat rawa-rawa di sebelah barat laut Desa Bungo yang berbatasan dengan Desa babalan, namanya Rawa Mraseh, dan dari gambar di atas dapat kita simpulkan bahwa sedimentasi di desa Bungo adalah sedimentasi terakhir dari desa-desa lainnya.
Penduduk mengakui bahwa mereka adalah keturunan Mbah Panji Kusuma, seorang laki-laki pendatang dari Kediri, Jawa Timur, namun tak ada catatan mengenai kapan peristiwa itu terjadi.
Dia membuka lahan di sini untuk kehidupan barunya bersama anak dan istrinya, dan kemudian beranak pinak sampai seperti sekarang ini.
Dalam rapat penyusunan sejarah Desa Bungo di Masjid Jami’ Syuhada’ pada bulan Maret 2012, ada seorang ahli sejarah Bungo yang mengatakan bahwa Mbah Panji Kusuma adalah murid Sunan Kalijaga, dan ahli lainnya mengatakan peristiwa perang antara Desa Bungo dengan Desa Mutih itu bersamaan dengan masa Ratu Kalinyamat dari Jepara, dan Ratu Kalinyamat wafat pada tahun 1579 M.
Dan dalam buku sejarah itu diceritakan bahwa ketika itu desa ini masih dipenuhi dengan rawa-rawa dan sungai-sungai. Maka dari kejadian-kejadian itu saya menyimpulkan sejarah Desa Bungo diawali sejak akhir abad ke-16.

Geografi
Desa ini terletak pada titik koordinat: 6,53* LS – 110,41* BT. Garis lintang selatannya hampir sejajar dengan Kota Kudus dan garis bujur timurnya hampir sejajar dengan Kota Jepara.
Desa ini terletak tepat di tengah-tengah Kecamatan Wedung, merupakan salah satu desa di antara 20 desa di kecamatan Wedung. Letaknya sangat strategis untuk lalu-lintas penduduk antar desa.

Batas-batas desa:
Utara: Desa Mutih Wetan dan Babalan
Selatan: Desa Buko dan Berahan Wetan
Timur: Desa Jungpasir, Jetak dan Tempel
Barat: Desa Berahan Wetan.
Luas wilayahnya: 796 Ha, dari itu 90% adalah lahan pertanian dan 10% adalah pemukiman penduduk. Secara administratif, desa ini dibagi menjadi 8 RW dan dibagi lagi menjadi 33 RT. Sungai Wulan yang melewati desa ini membaginya menjadi dua teritori: Bungo Selatan dan Bungo Utara.
Secara demografis, penduduk membagi pemukiman menjadi 5 blok, a.l: Kauman, Seberang Tengah (Brang Tengah), seberang barat (Brang Kulon), seberang Timur (Brang wetan), dan Seberang Utara (Brang Lor).
Ketinggian rata-rata adalah: 0-2 meter di atas permukaan laut (tidak termasuk tanggul).
Menurut Buku Laporan Pemerintah Desa Bungo, tahun 2013, bahwa jumlah penduduk sebanyak 7.049 jiwa, terdiri dari 3.606 laki-laki dan 3.443 perempuan.
Curah hujan mencapai 2.000-3.000 mm, dan suhu udaranya berkisar 23* C – 33*C.

Pemerintahan
Seperti kebanyakan desa-desa di Indonesia, desa ini dipimpin oleh kepala desa dengan masa jabatan 6 tahun (Peraturan daerah Kab. Demak, No 2, Tahun 2007).
Daftar kepala desa Bungo:
- Wongso
- Sarjan
-          H. Baidlowi (1942-1945)
-          Delimo
-          Mas'ud
-          Soeyitno (1973-1989) 2 periode
-          Abdul Rosyid (1989-1998)
-          Maskomar (1999-2000)
-          (Pjs) Suratin (2000-2002)
-          Khoirul Anam (2002-2009)
-          Imam Wahyudi (2009-sekarang)
Kepala desa dibantu oleh sekretaris desa, seorang kepala dusun Bungo Utara dan beberapa kepala urusan (Kaur), dan total jumlah perangkat desa adalah 12 orang.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mempunyai peran strategis dalam membuat  kebijakan-kebijakan desa bersama dengan kepala desa, di antaranya mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa, sedangkan tugas rutin BPD adalah membuat, mengesahkan dan merubah Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (RAPBDesa). Jumlah anggota BPD terdiri dari 11 orang.
Dan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) yang mempunyai tugas melaksanakan proyek-proyek pembangunan desa. Jumlah anggota LKMD sebanyak 10 orang.

Ekonomi
Mata pencaharian utama penduduk desa adalah petani padi dan nelayan dan sebagian kecil dari mereka berusaha di bidang perdagangan dan jasa. Sebagian dari mereka menjalankan pertanian dan usaha lainnya dengan kombinasi.
Dan para wanita sangat aktif membantu kerja suaminya dalam mencari penghidupan.
Pertanian padi semakin menarik bagi penduduk karena sistem irigasi yang makin baik dan harga gabah yang sangat stabil, karena dijaga oleh pemerintah.
Pada tahun 2013, hasil panen seluruh petani pada dua musim mencapai nilai Rp 10 miliar.
Blok Sekoco,ladang padi yang sangat subur, namun harganya makin tak terjangkau oleh petani penyewa.
Selama lebih dari satu dekade, hasil tangkapan ikannya nelayan menurun secara signifikan, dan dari kesulitan itu menjadikan mereka makin cenderung ke pertanian.
Peternakan ayam kampung dan kambing banyak dilakukan oleh penduduk, namun semuanya dilakukan untuk sampingan. Di sini terdapat pula rumah untuk sarang burung walet.
Industri petasan yang  sangat terkenal dari desa ini terus merosot akibat razia-razia yang dilakukan oleh polisi.
Dan di desa ini terdapat pula beberapa industri kreatif, a.l: mobil-mobilan, boneka dan makanan ringan.

Pendidikan
Desa ini sangat kaya akan adanya lembaga pendidikan, a.l: ada 4 SD/ MI, 2 SMP/ MTs, dan 2 SMA. Terdapat pula 3 TK dan 1 PAUD.
Yayasan Pendidikan Islam Roudlotut Tholibin telah berdiri sejak 26 tahun yang lalu, ikut andil dalam mencerdaskan ummat

Agama
Interior Masjid Jami' Syuhada',masjid tertua di desa Bungo,dibangun sejak abad ke-18 masehi
Menurut Laporan Pemerintah Desa Bungo,  Tahun 2013, hampir semua penduduk beragama Islam, kecuali seorang wanita yang beragama Kristen.
Di sini terdapat 2 masjid jami’ dan 10 masjid/ musalla lainnya.
Banyak kaum muslim yang menjadi penggerak organisasi-organisasi Islam, dan beberapa tokoh berusaha untuk mendirikan pondok pesantren. 

Penduduk Desa Bungo sangat bangga akan "kemajuan" desanya dibanding dengan desa-desa yang lainnya, namun kemajuan itu hanya ada pada sekedar keramaian lalu lintas desanya dan sekularisme penduduknya. 
Kemajuan sejati itu ada pada kualitas hidup penduduknya, meliputi segi lahiriah dan batiniah. 

Membangun Ekonomi Islam di Desa Bungo

Pada tahun 2012, PBB mencanangkan tahun itu sebagai "International Year of Co-operation",dan ini adalah jalan kita untuk mengembangkan koperasi untuk meningkatkan kesejahteraan ummat Islam di desa Bungo.

KOPERASI SEBAGAI JALAN
Pada masa revolusi industri, pabrik-pabrik meningkatkan penggunaan mesin-mesin otomatis, hal ini mengancam kelangsungan hidup para pekerjanya akan pemutusan hubungan kerja, yang mengakibatkan pekerja menjadi menganggur dan miskin.

Beberapa ahli ekonomi menasihati pekerja-pekerja itu untuk berkumpul, mendirikan sebuah lembaga ekonomi yang mandiri, yang diharapkan bisa membantu kehidupan mereka.



Mereka kemudian mengumpulkan modal yang cukup untuk mendirikan koperasi, membuka toko yang menyediakan kebutuhan sehari-hari.
Koperasi adalah organisasi yang mandiri dari beberapa orang yang sukarela bekerjasama demi kepentingan ekonomi dan sosial, dan sebagian koperasi ada yang menjalankan usaha tanpa mencari keuntungan sedikitpun.

Istilah koperasi berasal dari Bahasa Inggris: co-operative, yang secara literal artinya “kerjasama”.
Pada tahun 1828 s.d. 1840, telah banyak koperasi yang didirikan di Inggris, Prancis dan negara-negara di Eropa lainnya. Sekarang ada jutaan koperasi tersebar di berbagai penjuru dunia, bahkan ada satu koperasi yang memiliki asset hingga trilliun rupiah. Koperasi dengan skala besar dan sukses kebanyakan ada di Amerika Serikat, Italia dan Perancis.
Koperasi terbesar di dunia adalah koperasi “Co-op City” di kota New York, AS yang memiliki anggota sebanyak 55.000 orang.

PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM

Ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang bersumber pada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya dengan prinsip-prinsip:
1. Perbuatan dan peraturan bersumber pada dua dasar hukum, yakni Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya
2. Perintah membayar zakat, bagi orang kaya yang hartanya telah mencapai nisab.
3. Pelarangan riba atau bunga bank.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda, dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS Ali Imran: 130).

QARDHUL-HASAN
Artinya: “pinjaman yang baik”
Pinjaman ini berasal dari itikad baik dari kedua belah pihak.
Peminjam hanya diminta mengembalikan sejumlah uang yang ia pinjam, tetapi peminjam boleh jadi membayar lebih daripada uang yang ia pinjam (tanpa pernah menjanjikan sebelumnya), sebagai tanda penghormatan kepada pemberi pinjaman, dan inilah yang dinamakan hibah, dan sesuai syari’ah Islam.


SIMPAN PINJAM SYARIAH DALAM KOPERASI BUNGO MANDIRI

• Koperasi menggulirkan pinjaman uang kepada anggotanya, maksimum Rp 1.000.000,- dengan tanpa dipungut bunga.
Jika modal kami semakin kuat, maka kami akan menggulirkannya pada penduduk Desa Bungo pula.
• Sistem angsuran: setiap bulan anggota diwajibkan membayar angsuran 10% dari nilai pinjaman, sebanyak sepuluh kali selama sepuluh bulan.
• Anggota boleh jadi membayar uang lebih dari nilai pinjaman secara sukarela (tanpa pernah menjanjikan sebelumnya), sebagai tanda cinta kepada koperasi, uang lebih inilah yang dinamakan “hibah” yang mengacu pada syari’ah Islam.
• Pengelola kegiatan:Arufin Efendi, bendahara Koperasi Bungo Mandiri.